Aneh
sih aneh, mereka berdua akrab dalam sekejab. Mereka beranjak dari kursi kayu
tua itu dan kembali ke kelas tanpa ada rasa bersalah sedikit pun di benak mereka. Pak subroto yang menatap kesal kepada mereka langsung
menghukum mereka atas tuduhan bolos ujian, gila bener kan itu sekolah. Mereka
di hukum nggak boleh masuk sekolah selama 3 hari, cuma karena nggak ikutan ujian
pak subroto si wakil kepala sekolah itu. Wajar sih, mereka mendapat hukuman
kayak gituan dari sekolah, apa lagi karena berurusan dengan bapak subroto si
wakil kepala sekolah.
Bukannya kewalahan dengan hukuman
mereka, dee dan dio malah kegirangan dengan hukuman mereka. Bahkan sebelum
mereka pulang, mereka sempet-sempetnya pamitan ama pak subroto, gila banget kan
dua makhluk itu?. Mereka bedua memang benci banget ama yang namanya sekolah,
apalagi sama yang namanya bahasa inggris. Mereka awalnya suka banget sama
bahasa inggris, tapi semenjak mereka masuk SMA, mereka udah mulai benci sama
bahasa inggris, terutama sama pak subroto, yaitu guru yang selalu marah-marah
dan bikin mereka ngantuk di kelas.
Dee dan dio pulang bareng setelah
mereka di usir dari sekolah. Awalnya mereka mampir terlebih dahulu ke taman
disamping sekolah mereka, mereka menunggu jam sekolah usai di taman itu. Mereka
membahas semua kejadian yang pernah mereka alami alias mengenang masa lalu,
mulai dari mereka pertama ketemu sampai mereka bertengkar kayak biasa. Dari
awal mereka memang tidak pernah cocok antara satu dengan yang lain, dan itu
telah banyak buktinya. Mereka juga hanya bisa bertahan untuk akur paling lama
15 menit, tapi hari ini aneh banget, mereka tetap damai-damai aja hampir sampai
setengah harian.
“dio,
kok tumben kali ini kita akur ya”
“akur??
Iya juga sih. Tapi ya udahlah, kan lebih baik kayak gini” dio merangkul tangan
dee.
“hahaha,
iya juga sih. kamu kok pegang tangan aku sih? Walaupun kita damai, tapi nggak berarti kamu seenaknya juga kan?
Lepasin dong tangan aku!”
“hahaha,
dee dee. Aku nggak punya maksud jahat kok, aku takut aja ntar teman aku yang
satu ini ketakutan”
Langkah dee terhenti spontan, ketika
mendengar jawaban dio yang membuat hatinya deg-degan. Baru pertama kalinya dee
mendengar perkataan seperti itu dari mulut dio, seorang laki-laki yang
dianggapnya cuek dan egois. Mata dio yang sipit menatap tajam dirinya yang
sedang berdiri tepat dihadapan dio. Mereka saling bertatapan seakan menyirat
perasaan mereka yang mulai tumbuh antara satu dengan yang lain. Mungkin sangat
sulit bagi mereka untuk mengutarakannya. Apalagi mereka awalnya sama-sama benci
dan musuhan.
Tiba-tiba
dee tersadar dengan tatapannya terhadap dio. Dee seakan terbang melayang dan
ingin terus bersama dio. Dio yang melihat tingkah dee hanya tersenyum kecil. Dee
seperti salah tingkah ketika dio menegurnya, walaupun seperti itu, dee tetap
saja menunjukkan sikapnya yang stay cool dan nggak mau kalah. Banyak saja
alasan yang di keluarkannya.
“Ya udah, terserah kamu aja deh dee” kata dio sambil membelai kepala dee.
“Aku Cuma nggak mau kamu ke GR-an aja” jawab dee
“Ya udah, terserah kamu aja deh dee” kata dio sambil membelai kepala dee.
“Aku Cuma nggak mau kamu ke GR-an aja” jawab dee